Definisi Akuntansi Syariah
Adapun
yang dimaksud dengan akuntansi syari’ah adalah kegiatan pencatatan terhadap
data-data historis yang bersifat moneter berdasarkan nilai-nilai Islam dan
konsep-konsep yang diterapkan dalam Al-Qur’an dan berguna untuk memberikan
informasi keuangan yang digunakan untuk pengambilan keputusan oleh para
pemakai. Dari pengertian akuntansi syari’ah yang telah dijelaskan secara
teoritis tidak ada bedanya dengan akuntansi konvensional atau akuntasi barat,
hanya saja dalam akuntansi syari’ah ditekankan pada nilai-nilai Islami yang
diatur dalam bagian mu’amalah dan konsep-konsep yang telah diatur dalam
Al-Qur’an sebagai sumber utamanya. Sedangkan akuntansi konvensional sendiri
berasaskan nilai-nilai kapitalis dan sosialis yang diadopsi dari negara-negara
barat.
Sejarah Akuntansi Syariah
Dalam perkembangan sejarahnya diketahui pembukuan berpasangan muncul di Italia sekitar abad ke-13. Tapi kalau kita cermati, sebenarnya bisa dilihat dari peradaban Islam yang pertama yang sudah memiliki “Baitul Mal” yaitu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai bendahara Negara dan penjamin kesejahteraan soaial. Dan sejak saat itu masyarakat muslim telah memiliki jenis akuntansi yang disebut “Kitabat al-Amwal” (pencatatan uang). Selain itu istilah akuntansi telah disebutkan dalam beberapa karya tulis Islam sebelum pembukuan berpasangan ditemukan oleh Lucas Pacioli di Italia tahun 1494. Beberapa faktor yang menuntut lahirnya pembukuan berpasangan pada abad ke-13, yaitu karena penyajian sebelumnya tidak selengkap yang terjadi pada masa itu.
Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya percepatan perkembangan akuntansi hingga sekarang diantaranya adalah:
1. Adanya motivasi awal yang memaksa orang untuk mendapatkan keuntungan besar (maksimalisasi laba = jiwa kapitalis).
2. Pengakuan pengusaha akan pentingnya aspek sosial yang berkaitan dengan persoalan maksimalisasi laba.
3. Bisnis dilakukan dengan peranan untuk mencapai laba sebagai alat untuk mencapai tujuan bukan “akhir suatu tujuan”.
Percepatan pertumbuhan akuntansi tersebut tidak selamanya memberikan jalan lurus. Arus era informasi dan globalisasi cenderung mempengaruhi perilaku masyarakat untuk melakukan harmonisasi sesuatu. Misalnya, dalam hal pengetahuan dan praktik akuntansi, maka upaya harmonisasi praktik-praktik akuntansi dijalankan, termasuk kehendak untuk memberlakukan praktik akuntansi secara seragam.
Tujuan
dari akuntansi syari’ah itu sendiri dalam lembaga keuangan syari’ah terdapat
dua alasan, yaitu:
a)
Lembaga keuangan syari’ah dijalankan dengan kerangka syari’ah, sebagai akibat
dari hakekat transaksi yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional.
b)
Pengguna informasi akuntansi syari’ah pada lembaga keuangan syari’ah adalah
berbeda dengan pengguna informasi akuntansi dilembaga keuangan konvensional.
Prinsip-prinsip
Akuntansi Syari’ah
a. Pertanggungjawaban (Accountability)
Prinsip
pertanggungjawaban (accountability), merupakan konsep
yang tidak asing lagi dikalangan masyarakat muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan Sang Khalik mulai dari alam kandungan. Manusia dibebani oleh Allah SWT. untuk menjalankan fungsi kekhalifahan di muka bumi. Inti kekhalifahan adalah menjalankan atau menunaikan amanah. Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang proses pertanggungjawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah dimuka bumi. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait.
yang tidak asing lagi dikalangan masyarakat muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan Sang Khalik mulai dari alam kandungan. Manusia dibebani oleh Allah SWT. untuk menjalankan fungsi kekhalifahan di muka bumi. Inti kekhalifahan adalah menjalankan atau menunaikan amanah. Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang proses pertanggungjawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah dimuka bumi. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait.
b. Prinsip Keadilan
Menurut
penasiran Al-Qu’an surat Al-Baqarah; 282 terkandung prinsip keadilan yang
merupakan nilai penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, dan nilai inheren
yang melekat dalam fitrah manusia. Hal ini berarti bahwa manusia itu pada
dasarnya memiliki kapasitas dan energi untuk berbuat adil dalam setiap aspek
kehidupannya. Pada konteks akuntansi, menegaskan kata adil dalam ayat 282 surat
Al-Baqarah, dilakukan oleh perusahan harus dicatat dengan benar. Misalnya, bila
nilai transaksi adalah sebesar Rp. 265 juta, maka akuntan (perusahaan) harus
mencatat dengan jumlah yang sama dan sesuai dengan nominal transaksi. Secara
sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dengan kata lain tidak ada window
dressing dalam praktik akuntansi perusahaan.
c. Prinsip Kebenaran
Prinsip
ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan.
Sebagai contoh, dalam akuntansi kita selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran laporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran. Kebenaran ini akan dapat menciptakan nilai keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan tansaksi-transaksi dalam ekonomi. Maka, pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi. Secara garis besar, bagaimana nilai-nilai kebenaran membentuk akuntansi syari’ah dapat diterangkan.
Sebagai contoh, dalam akuntansi kita selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran laporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran. Kebenaran ini akan dapat menciptakan nilai keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan tansaksi-transaksi dalam ekonomi. Maka, pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi. Secara garis besar, bagaimana nilai-nilai kebenaran membentuk akuntansi syari’ah dapat diterangkan.
Dari
penjelasan di atas bahwa kata keadilan dalam kontek aplikasi akuntansi mengandung
dua makna:
1)
Keadilan mengandung makna yang berkaitan dengan moral, yaitu kejujuran, yang
menempatkan faktor yang sangat dominan. Tanpa kejujuran, informasi yang
dihasilkan oleh seorang akuntan akan berakibat fatal pada pemakai dan pengguna
laporan keuangan. Sehingga pengambilan keputusanpun salah dan secara tidak
langsung berdampak pada masyarakat banyak.
2)
Kata keadilan bersifat fundamental. Dimana kata adil disini merupakan
sebagai pendorong untuk melakukan upaya-upaya dokontruksi terhadap keadaan
akuntansi modern menuju pada akuntansi yang lebih baik dan termoderinisasi
sesuai dengan nilai-nilai Islam yang ada.
Menurut
pandangan beberapa kalangan yang lain akuntansi Islam (syari’ah) mempunyai
prinsip-prinsip sebagai berikut adalah:
- Prinsip Legitimasi Muamalat yaitu sasaran-sasaran, transaksi-transaksi, tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan itu sah dan benar menurut syariat.
- Prinsip Entitas Spiritual adalah adanya pemisahan kegiatan investasi dari pribadi yang melakukan pendanaan terhadap kegiatan investasi dalam aktivitas perusahaan.
- Prinsip Kontinuitas yaitu prinsip yang keberadaanya dapat memberikan pandangan bahwa perusahaan itu akan terus menjalankan kegiatannya sampai waktu yang tidak diketahui, dan dilikuidasinya merupakan masalah pengecualian, kecuali jika terdapat indikasi yang mengarah kepada kebalikannya. Dari prinsip ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
a)
Umur perusahaan tidak tergantung pada umur pemiliknya.
b)
Mendorong manusia agar salalu beramal dan bekerja keras, padahal ia mengetahui
bahwa dia akan tiada suatu saat nanti.
- Prinsip Kontinuitas (Going Concern) merupakan kaidah umum dalam investasi. Prinsip ini menjadi dasar dalam pengambilan keputusan agar perusahan terus beroperasi.
- Prinsip Matching yaitu suatu cermin yang memantulkan hubungan sebab akibat antara dua sisi, dari satu segi, dan mencerminkan juga hasil atau dari hubungan tersebut dari segi lainnya
Ciri-Ciri
Akuntansi Syari’ah Dalam Al-Qur’an
Berdasar
pada nash-nash Al-Qur’an yang telah dijelaskan tentang konsep akuntansi dan
prinsip-prinsip akuntansi syari’ah, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri
akuntansi syari’ah sebagai berikut;
- Dilaporkan secara benar (QS. 10:5)
- Cepat dalam pelaporannya (QS.2:202, 19:4,5)
- Dibuat oleh ahlinya (akuntan) (QS.13:21, 13:40)
- Tearang, jelas, tegas dan informatif (QS. 17:12, 14:41)
- Memuat informasi yang menyeluruh (QS.6:552, 39:10)
- Informasi ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dan membutuhkan (QS.2:212, 3:27)
- Terperinci dan teliti (QS.65:8)
- Tidak terjadi manipulasi (QS.69:20, 78:27)
- Dilakukan secara kontinyu (tidak lalai) (QS.21:1, 38:26)
Perbedaan
Antara Akuntansi Syari’ah Dan Akuntansi Konvensional
Akuntansi
syari’ah dan akuntansi konvensional merupakan sifat akuntansi yang diakui oleh
masyarakat ekonomi secara umum. Keduanya merupakan hal yang tidak terpisahkan
dari masalah ekonomi dan informasi keuangan suatu perusahaan atau sejenisnya.
Untuk membedakan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah dalam akuntansi syari’ah dan
akuntansi konvensional, dapat diuraikan sebagai berikut;
a. Akuntansi
Syari’ah
- Keaadaan entitas didasarkan pada bagi hasil.
- Kelangsungan usaha tergantung pada persetujuan kontrak antara kelompok yang terlibat dalam aktivitas bagi hasil.
- Setiap tahun dikenai zakat, kecuali untuk pertanian yang dihitung setiap panen.
- Menunjukkan pemenuhan hak dan kewajiban kepada Allah SWT, masyarakat dan individu.
- Berhubungan erat dngan konsep ketaqwaan, yaitu pengeluaran materi maupun non-materi untuk memenuhi kewajiban.
- Berhubungan dengan pengukuran dan pemenuhan tugas atau kewajiban kepada Allah AWT, masyarakat dan individu.
- Pemilihan teknik akuntansi dengan memperhatikan dampak baik buruknya pada masyarakat.
b.
Akuntansi Konvensional
- Keadaan entitas dipisahkan antara bisnis dan pemilik.
- Kelangsungan bisnis secara terus menerus, yaitu didasarkan pada realisasi aset.
- Periode akuntansi tidak dapat menunggu sampai akhir kehidupan perusahaan dengan mengukur keberhasilan aktivitas perusahaan.
- Bertujuan untuk pengambilan keputusan.
- Reabilitas pengurang digunakan dengan dasar pembuatan keputusan
- Dihubungkan dengan kepentingan relatif mengenai informasi pembuatan keputusan.
- Pemilihan teknik akuntansi yang sedikit berpengaruh pada pemilik.
Update info buku yang relevan dg topik bahasan Akuntansi Syariah: Al-Qur'an & Akuntansi: Menggugah pikiran Mengetuk relung qalbu (2012). Tulisan tersebut mengungkap sejarah panjang akuntansi, termasuk terkait dg Luca Pacioli. Di buku tersebut juga disajikan telaah kritis atas prinsip/konsep dasar akuntansi yg sejauh ini berlaku. Semoga bermanfaat.
BalasHapus